Etika dibutuhkan dalam bisnis ketika manusia mulai menyadari bahwa kemajuan dalam bidang bisnis justru telah menyebabkan manusia semakin tersisih nilai-nilai kemanusiaannya (humanistic). Sehingga, di kalangan pelaku bisnis muncul mitos bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis hanyalah mengabdi pada keuntungan sebanyak-banyaknya (profit oriented). Dalam kaitan ini Richard T De George (1986) menyebutnya sebagai mitos bisnis amoral. Telah bergulir suatu image, bahwa bisnis tidak boleh (jangan) dicampuradukkan dengan moral.
Karena tuntutan publik dan hukum itulah, maka bisnis saat ini harus memberlakukan “being ethical and social responsibility”. Dengan berlaku etis dan mempunyai tanggung jawab sosial, bisnis akan langgeng dan akan terjadi hubungan jangka panjang dengan pelanggan, pemasok, dan pihak lainnya. Pelanggan akan membeli produk sebuah perusahaan yang mempunyai reputasi terbaik dalam tanggung jawab sosial bilamana kualitas, pelayanan, dan harga sama di antara para pesaing.
Etika bisnis mempunyai pengaruh lebih luas daripada peraturan formal. Melanggar atau melupakan masalah etika akan menghancurkan kepercayaan. Kegiatan untuk mencari etika bisnis tersebut menyangkut empat macam kegiatan, yaitu:
1. Menerapkan prinsip-prinsip etika umum pada khususnya atau praktek-praktek khusus dalam bisnis menyangkut apa yang dinamakan meta-etika.
2. Menyoroti moralitas sistem ekonomi pada umumnya serta sistem ekonomi suatu negara pada khususnya.
3. Meluas melampaui bidang etika
4. Menelaah teori ekonomi dan organisasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa dunia etika adalah dunia filsafat, nilai dan moral. Sedangkan dunia bisnis adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika berkenaan dengan persoalan baik atau buruk, sedangkan bisnis adalah dunia konkrit dan harus mewujudkan apa yang telah diputuskan. Hakikat moral adalah tidak merugikan orang lain. Artinya moral senantiasa bersifat positif atau mencari kebaikan. Dengan demikian sikap dan perbuatan dalam konteks etika bisnis yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat, akan menghasilkan sesuatu yang baik atau positif, bagi yang menjalankannya maupun bagi yang lain. Sikap dan perbuatan yang seperti itu tidak akan menghasilkan situsai “win-lose”, tetapi akan menghasilkan situasi “win-win”.
Apabila moral adalah nilai yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesutau, maka etika adalah rambu-rambu atau patokan yang ditentukan oleh pelaku atau kelompoknya. Karena moral bersumber pada budaya masyarakat, maka moral dunia usaha nasional tidak bisa berbeda dengan moral bangsanya. Moral pembangunan haruslah juga menjadi moral bisnis pengusaha Indonesia.
Selain itu, etika bisnis juga membatasi keuntungan, sebatas tidak merugikan masyarakat. Kewajaran merupakan ukuran yang relatif, tetapi harus senantiasa diupayakan.
Etika bisnis bisa mengatur bagaimana keuntungan digunakan. Meskipun keuntungan merupakan hak, tetapi penggunaannya harus pula memperhatikan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekitar. Jadi etika bisnis yang didambakan bagi para pelaku usaha tidak akan dipraktikkan dengan sendirinya oleh kalangan dunia usaha tanpa adanya “aturan main” yang jelas bagi dunia usaha itu sendiri.
Jika tidak menjalankan etika bisnis, taruhannya adalah reputasi dan kepercayaan, sedangkan dalam berbisnis kedua hal tersebut merupakan faktor utama. Hal ini sejalan dengan tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat menjaga kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Karena Etika bisnis merupakan pola bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga memperhatikan kepentingan stakeholder-nya. Etika bisnis tidak bisa terlepas dari etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi.
Memahami teori etika pada dasarnya berguna untuk merumuskan dan mengambil nilai-nilai kebenaran, yang oleh individu ataupun masyarakat menjadi dasar bertindak. Tetapi, di sisi lain, pemahaman terhadap etika bisa juga berfungsi untuk menggeledah nilai-nilai kebenaran yang selama ini dianggap sudah mapan. Apapun fungsinya yang diambil, pastilah akan menemukan kenyataan bahwa nilai-nilai kebenaran itu ternyata beragam. Oleh karena itu maka manusia diharapkan dapat bijaksana dalam menerapkan ragam kebenaran secara profesional.
Sehingga dalam dunia bisnis, otonomi, aspek kebebasan dan tanggung jawab menjadi titik pangkal dan landasan operasi bagi bisnis. Hal tersebut tentunya dilakukan prakteknya menggunakan etika dalam berbisnis sebagaimana mestinya, karena semua itu berhubungan dengan manusia baik secara individual maupun kelompok dalam hal ini terjadi interaksi antar manusia dalam berbisnis.
Atas dasar itu, etika dan tanggung jawab sosial sudah menjadi bagian dari proses perencanaan strategis perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan terkemuka sekarang ini sudah mempunyai Code of Conduct dan juga sudah mempunyai kode etika perusahaan yang dipatuhi oleh semua karyawan.
Sebagai proses, sistem, struktur, dan aturan yang memberikan suatu nilai tambah bagi perusahaan good coporate governance memiliki prinsip- prinsip sebagai berikut :
a. Fairness (keadilan)
Keadilan adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh orang dalam.
b. Transparency (keterbukaan)
Transparasi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja perusahaan baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiesi waktu dan biaya). Dengan transparasi pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memehami bagaimana suatu perusahaan dikelolah.
c. Accauntability (akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan termasuk pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan dengan tepat pada waktunya dan dengan cara yang tepat mengembangkan komite audit dan resiko yang mengandung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebai mitra bisnis strategik berdasarkan best parctice bukan sekedar audit.
sumber : http://pusham.uii.ac.id/upl/article/id_ridwan.pdf
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5308221231.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar